Naskah Kuno, Harta Karun yang Terancam

Tulisan ini adalah arsip cadangan, sebelumnya dimuat pada CNN Indonesia tanggal 4 Juli 2017.

Naskah kuno di Perpustakaan Nasional. (Foto: Ari Saputra/Detikcom)

Bandung, CNN Indonesia — Naskah Sunda kuno merupakan salah satu aset nasional yang berisi tentang pengetahuan budaya nenek moyang masyarakat lokal. Hingga saat ini penelitian dan informasi tentang naskah kuno itu sendiri masih rendah karena kurangnya orang yang berkecimpung dalam hal ini.

Keberadaan naskah Sunda kuno saat ini tersebar di masyarakat, museum-museum, maupun perpustakaan nasional. Namun saat ini kondisi dari naskah Sunda kuno yang tersebar di masyarakat dalam keadaan rusak dan tidak terpelihara dengan baik.

… kitu urang janma ini ulah dek ingkah ti janma lamun timu na janma mulah eta dimana eta kana kilang mantuturkon (mantuturkeun) jati swarangan nuturkon (nuturkeun) jalan nu bener hanto (hanteu) jalan dwa, tilu, nu trisna jalan sahiji to (teu) aya ngenca ngatuhu ja datar kana tangkal masana tilas masana patemonang (pateumenang) hingan.”
Artinya:
“…..Maka kita sebagai manusia janganlah bergeser dari kemanusiaan, karena sudah ditemukan manusia, janganlah hal itu dijadikan alasan untuk menurutkan kesejatian sendiri. Mengikuti jalan yang benar, bukan dua atau tiga jalan kerinduan. Jalan yang tunggal, tak ada belokan ke kiri ke kanan karena datar (lurus) menuju batang pohon bekas tempat yang tak terbatas.”

Penggalan kalimat tersebut merupakan penggalan pernyataan dari naskah Sunda kuno tentang “jalan yang tunggal” dan “tempat yang tak terbatas”. Penggalan pernyataan naskah kawih paningkes yang tercatat sebagai Kropak 419 tersimpan dalam Perpustakaan Nasional ini tertulis bersama tulisan lainnya terdiri atas empat puluh lembar daun nipah.

Naskah Sunda kuno merupakan salah satu dari peninggalan nenek moyang yang berisi pengetahuan dan budaya yang menjadi aset nasional. Di Jawa Barat, masih banyak naskah kuno yang belum terjangkau oleh penelitian.

Ditemui baru-baru ini di lantai tiga gedung dekanat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Mamat Ruhimat, ketua tim yang meneliti naskah Sunda kuno di Jawa Barat menceritakan kondisi naskah sunda kuno yang ia teliti di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Garut.

“Untuk pencarian naskah Sunda kuno itu sendiri kami survei ke lapangan. Dari hasil survei kami memilih ke dua tempat yaitu di daerah Kabuyutan Ciburuy di Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Desa Kadugede Kecamatan Nusaherang Kabupaten Kuningan, dan Desa Puncak Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan,” ucap dari ketua tim peneliti naskah kuno ini.

Hasil dari penelitian katalogisasinya yang sekarang ini dibuat jurnal yang isinya mengenai naskah yang diteliti. “Di sini isinya tentang deskripsi dari naskah itu, terbuat dari bahan apa, apa bahasa yang digunakan, lalu bagaimana kondisi fisiknya,” jelasnya.

Namun Mamat mengatakan, pada saat mengunjungi naskah yang berada di daerah Kabupaten Kuningan, naskah yang dia temukan ternyata naskah Sunda klasik. “Kalau naskah Sunda kuno itu memang bahasanya kuno, kalau naskah Sunda klasik itu sudah agak modern dan juga ada pengaruh-pengaruh dari kebudayaan Jawa seperti pupuh, babad, wawancan, nah itu masuknya ke naskah klasik,” ujarnya.

Banyak naskah kuno di Indonesia yang saat ini masih banyak yang belum diketahui lokasi pastinya. Beberapa bahkan berada di negara lain seperti Belanda dan Inggris. “Iya di Belanda juga ada tapi bentuknya bukan naskah kuno, di sana lebih ke klasik. Kalau yang kuno itu ada di London, tapi itu udah diteliti,” ujar dosen Fakulas Ilmu Budaya Unpad ini.

Namun pada naskah yang ditemukan pun, terutama di Kabupaten Garut dan Kabupaten Kuningan, juga nasibnya tidak terlalu baik. Pada saat ditemukan, beberapa naskah kuno berada dalam kondisi rusak berat. Beberapa naskah ada yang patah, beberapa potongan tercampur dengan naskah lain di dalam sebuah peti, ada pula yang sudah tidak terbaca.

Nantinya, naskah yang rusak tersebut akan dilakukan penanganan lebih lanjut. “Untuk naskah yang rusak pada saat ini belum ada perlakuan khusus, tapi untuk yang sudah ditemukan kami pisahkan dulu. Tindak lanjutnya nanti beberapa bulan ke depan akan ada reservasi dan yang di undang adalah orang dari Perpusnas,” ucapnya.

Mamat menambahkan, naskah kuno yang terbuat dari lontar ternyata tidak hanya berada di Indonesia tapi juga ada India, Thailand, dan Vietnam. “Kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk mempelajari bagaimana cara menangani naskah lontar yang rusak. Nantinya ini akan dilaporkan ke asosiasi pecinta naskah kuno bagaimana cara menanganinya,” ujarnya.

Tidak Ada Biaya Perawatan
Miris, hal itulah yang terbenam dalam pikiran saya. Pada saat Mamat menceritakan bagaimana pemeliharaan naskah kuno yang masih tersimpan oleh masyarakat adat. Ia menjelaskan hingga saat ini untuk naskah kuno tersebut tidak ada biaya pemeliharaannya.

“Untuk naskah yang disimpan di masyarakat adat ini mereka hanya mengandalkan juru kunci saja tanpa ada biaya dari pemerintah. Ini yang jadi masalah,” ucapnya dengan tegas. “Memang untuk pemegang naskah kuno itu digaji dan diangkat menjadi PNS, namun untuk biaya perawatan naskah kuno itu sendiri tidak ada,” tambahnya.

Ketua tim peneliti naskah sunda kuno ini berharap dengan penelitian katalogisasinya, nantinya mereka dapat mengajukan dana ke pemerintah. “mudah-mudahan dengan penelitian katalogisasi ini naskah yang rusak itu bisa ditangani dan diperbaiki,” harapnya.

Penelitian yang dia buat masih dalam bentuk jurnal ilmiah. Mamat pun berupaya untuk penelitian selanjutnya untuk terbit dalam bentuk buku. Dengan ini juga diharapkan menjadi perhatian pemerintah dan dapat mengajukan dana untuk kelangsungan dari naskah Sunda kuno. “Saat ini sudah tahun kedua dan harus terbit dalam bentuk buku,” ucapnya dengan tegas. (ded/ded)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *