L 632a “Amanat Galunggung” (foto: Ilham Nurwansah, cc-by-sa 4.0)
Amanat Galunggung adalah naskah kuno yang berasal
dari kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan. Isinya berupa nasehat-nasehat tentang
ajaran hidup yang disampaikan oleh Rakeyan Darmasiksa kepada putranya, Sang
Lumahing Taman, beserta cucu, cicit, dan turunannya, umumnya kepada masyarakat
luas. Nasehat-nasehat itu merupakan pemikiran filosofis yang berhubungan dengan
etika yang sebaiknya dipegang teguh dan dilaksanakan, terutama oleh pemimpin
negara dan pemimpin masyarakat.
Teksnya berbentuk prosa, ditulis dengan aksara Buda dan bahasa Sunda kuno pada enam lembar gebang (13 halaman). Naskah ini pertama kali diumumkan dalam TBG tahun 1867 oleh K.F. Holle terhadap koleksi BGKW berupa tiga naskah Sunda kuna pemberian Raden Saleh dengan sebutan MSA (Manuschrift A) di samping dua naskah lainnya (MSB dan MSC). Naskah ini telah dibahas oleh K.F. Holle, C.M. Pleyte, dan R. Ng. Poerbatjaraka. Hasil kerja ketiga peneliti tersebut dipublikasikan oleh C.M. Pleyte dalam TBG jilid 56 tahun 1917. Saat ini naskah tersimpan dalam koleksi naskah Perpustakaan Nasional RI dengan kode kropak 632a Peti 16. Judul Amanat Galunggung diberikan kemudian oleh Saleh Danasasmita mengingat Rakeyan Darmasiksa pernah berkedudukan di Saunggalah yang masuk ke dalam wilayah Galunggung. Pemberian judul tersebut juga sesuai dengan keseluruhan isi naskah.
Norma-norma dan
nilai-nilai kepemimpinan yang dipandang baik dan berlaku pada masa itu tertuang
dalam Amanat Galunggung. Beberapa poin penting dari amanat ini di antaranya jika
ingin unggul berperang, hendaknya jangan bentrok karena berselisih maksud,
jangan saling berkeras, hendaknya rukun dalam tingkah laku dan tujuan. Tanah
kabuyutan harus dipertahankan dari kemungkinan direbut oleh orang asing. Siapa
saja yang mempertahankan Galunggung sebagai tempat sakral, maka dia akan
mendapatkan kesaktian, unggul dalam berperang, mendapatkan kejayaan dan
mendapatkan kemakmuran untuk diwariskan kepada keturunannya. Harga diri putra
raja tidak lebih tinggi daripada kulit musang di tempat sampah, bila ia tidak
mampu untuk mempertahankan wilayah tanah airnya. Jagalah diri sendiri agar
tetap ditaati orang banyak, agar aman tenteram seluruh negeri, raja tenteram bertahta.
Kita hendaknya mencontoh padi, makin berisi makin merunduk. Begitu pula kita
perlu meniru air sungai yang terus mengikuti alurnya, senang kelokan, tidak
mudah terpengaruh, jangan mempedulikan hal-hal yang akan. Janganlah melupakan
bakti kepada para leluhur yang telah mempertahankan tanah air.
L 632a “Amanat Galunggung”, kotak “kropak” dan jilid kayu (foto: Ilham Nurwansah, cc-by-sa 4.0)
Sumber Rujukan
- Atja & Saleh Danasasmita. (1981). Amanat Galunggung. Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.
- Darsa, Undang A. & Edi S. Ekadjati. (2004). Gambaran Kosmologi Sunda (Kropak 420), Silsilah Prabu Siliwangi, Matera Ajicarka, Mantera Darmapamulih, Ajaran Islam (Kropak 421), Jatiraga (Kropak 422). Bandung: Kiblat Buku Utama.
- Danasasmita dkk., Saleh. (1987). Sewaka Darma, Sanghyang Siksa Kandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan. Bandung: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi).
- Ekadjati, Edi. S. (2005). Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran. Bandung: Pusat Studi Sunda & Pustaka Jaya.
- Rosidi dkk., Ajip. (2000). Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya. Jakarta: Pustaka Jaya.
Ilham Nurwansah
Admin Kairaga.com. Tulisan-tulisannnya dimuat di surat kabar dan majalah. Ilham sering diundang sebagai pemateri seminar maupun workshop tentang naskah dan aksara Sunda. Selain itu, ia juga merupakan pemerhati naskah dan aksara Nusantara dalam dunia digital. Baca juga tulisan-tulisannya yang lain di blog inurwansah.my.id.
Suka dengan konten Ilham Nurwansah ? Kamu bisa memberikan dukungan dengan mentraktir kopi atau bagikan konten ini di media sosial.