Didi mengatakan, kesalahan penulisan aksara Sunda itu terjadi pada papan nama jalan yang baru, yang dipasang tahun lalu. Pembuatan papan nama jalan ini, ujarnya, dilakukan di Tegal.
“Nah, kemarin saya enggak paham, saya enggak tahu, apakah pembuatnya paham bahasa Jawa kuno atau Sunda kuno atau bagaimana, kami enggak ngecek sampai sana,” katanya.
Didi mengatakan, mereka masih melakukan pembahasan soal kesalahan penulisan aksara Sunda tersebut. Dalam pembahasan itu, ujarnya, akan diputuskan, apakah papan nama jalan di Kota Bandung ini nantinya akan dilengkapi aksara Sunda atau tidak.
“Kalau dipertahankan dengan tetap menggunakan aksara Sunda, akan diperbaiki dengan berkoordinasi sama ahli sastra. Tapi kalau mau dihilangkan, aksara Sunda yang sudah ada nanti akan kami tutup, dan ke depan papan nama jalan di Bandung hanya huruf latin,” katanya.
Didi mengatakan, penerapan aksara Sunda ini dilakukan sebagai simbol budaya Sunda. Penerapan aksara Sunda ini juga dilakukan lantaran mengikuti kota lainnya yang sudah menerapkan aksara-aksara kuno di tiap jalannya.
“Sekarang sedang dikaji oleh teman-teman, apakah baiknya seperti itu (tetap ada aksara Sunda) dalam rangka penguatan budaya Sunda atau kalau memang penekanannya mau ke komunikasi, tidak pakai, karena adanya aksara Sunda relatif tidak akan sampai, soalnya sedikit orang yang mengerti,” katanya.
Pembahasan soal kesalahan papan nama jalan ini, ujarnya, belum selesai. Karena itu, belum ada tindakan yang akan dilakukan terhadap papan nama jalan yang mengalami kesalahan. (*)
Naskah ini menjadi berita sorotan utama di halaman 1 Koran Tribun Jabar, Selasa (26/1/2016).