Hayam Canggong is a character in old Sundanese poem ‘The Son of Rama and Rawana‘, or better known as “Pantun Ramayana“. He was an old hermit who finds Deuwi Sita who had been discharged into the river by Ramadewa for allegedly committing adultery (sida) with his father, Rawana. He was living in his hermitage, Batur Manggu. After finding Deuwi Sita in a basket by the river, he then care for and make it as a nun in his hermitage. When Deuwi Sita gave birth, he gave the name of Deuwi Sita son Bujangga Lawa. At one time he read a book (Watang Ageung), bouncing Bujangga Lawa, without realizing that Bujangga Lawa disappeared from the swing. He was feeling guilty, so he changed “Watang Ageung” become a boy who is very similar to Bujangga Lawa, then gave him the name Puspalawa. Based on A.Teeuw an Noorduyn (2006), the name Hayam Canggong in this story is unique from Sundanese tradition and it is not found on the Ramayana story from other regions.
Hayam Canggong adalah tokoh dalam puisi Sunda kuna ‘Para Putera Rama dan Rawana’, atau lebih dikenal dengan Pantun Ramayana. Dia adalah seorang kakek petapa yang menemukan Deuwi Sita yang telah dibuang ke sungai oleh *RAMADÉWA karena diduga telah berzina (sida) dengan ayahnya, Rawana. Tinggal di petapaan Manggu. Setelah menemukan Deuwi Sita dalam sebuah peti di tepi sungai, ia kemudian merawat dan menjadikannya sebagai biarawati di petapaannya. Ketika Deuwi Sita melahirkan, dialah yang memberi nama putera Deuwi Sita Bujangga Lawa. Pada suatu waktu ia membacakan sebuah kitab (Watang Ageung) sambil mengayun-ayun Bujangga Lawa, tanpa disadarinya Bujangga Lawa menghilang dari ayunan. Karena merasa bersalah, ia mengubah Watang Ageung yang dipegangnya menjadi bocah yang sangat mirip dengan Bujangga Lawa, kemudian memberinya nama Puspalawa. Nama Hayam Canggong dalam kisah ini menurut A. Teeuw dan Noorduyn bersifat khas Sunda karena tidak ditemukan dalam tradisi kisah Ramayana dari daerah lain.