Tulisan ini adalah arsip cadangan, sebelumnya telah dimuat di laman Kompas.com tanggal 20 Juli 2012.
BANDUNG, KOMPAS.com — Naskah Sunda kuno yang berisi berbagai petunjuk kehidupan mulai dari tradisi, nilai-nilai hingga tata cara bercocok tanam banyak berceceran di masyarakat. Keluarga pewaris biasanya tidak bisa menterjemahkan tulisan-tulisan terutama yang tertera dalam daun nipah, sehingga warisan leluhur itu dibiarkan lapuk dimakan usia.
Hal itu diungkapkan sejumlah peneliti dari Institut Budaya Sunda (Ibu Sunda) Jumat (20/7/2012) di Bandung, Jawa Barat.
Direktur Ibu Sunda Teddi Muhtadin menjelaskan, Ibu Sunda yang dibangun awal 2012 ini baru berhasil menghimpun 41 naskah Sunda kuno. Tidak mudahnya menelisik naskah-naskah itu karena sulitnya komunikasi dengan para pewaris. Pada umumnya mereka pasif dalam memberi informasi, sehingga para peneliti harus datang langsung ke tempat mereka.
Rahmat Sofyan, seorang peneliti menuturkan pengalamannya, ada pewaris yang membiarkan naskah-naskah tersimpan dalam peti kayu sederhana karena tidak berani membukanya. “Takut kualat atau dikutuk jika naskah itu dibuka secara sembarangan,” ujar Rahmat menirukan ungkapan para pewaris.
Ada juga pewaris yang mengeluarkan golok karena tidak mau naskahnya pindah tangan.
Namun demikian, ada juga pewaris yang pikirannya sudah maju yakni minta bantuan menerjemahkan naskah-naskah itu kepada seorang peneliti di sebuah perguruan tinggi nasional. Namun ketika naskah-naskah itu diterjemahkan, pemilik naskah itu diminta biaya kompensasi atas jasa penerjemaahan lebih dari Rp 1 miliar.

Admin Kairaga.com. Tulisan-tulisannnya dimuat di surat kabar dan majalah. Ilham sering diundang sebagai pemateri seminar maupun workshop tentang naskah dan aksara Sunda. Selain itu, ia juga merupakan pemerhati aksara Nusantara dalam dunia digital.