Bentuk Huruf “JA” pada Aksara Sunda Unicode

Sejak aksara Sunda baku berbasis Unicode diluncurkan kepada publik tahun 2008, hingga kini pemakaiannya telah semakin luas. Aksara Sunda Unicode dipakai dalam buku pengajaran aksara Sunda, pada banner atau slogan, desain grafis, sablon kaos dan lain-lain. Setelah lima tahun (2008-2013) aksara Sunda Unicode beredar luas dengan nama font Sundanese Unicode.ttf, tampaknya perlu dilakukan berbagai evaluasi dan optimalisasi font. Dengan demikian, aksara Sunda dapat semakin kompatibel dengan berbagai keperluan dan dapat mengikuti perkembangan tekhnologi terkini.

Font aksara Sunda Unicode pertama kali dirilis tahun 2008 dengan versi 1.0.3, kemudian mengalami revisi pada versi 1.0.5. Hingga saat ini belum muncul lagi versi revisi terbaru dari versi kedua. Hal yang menjadi perbincangan hangat mengenai font Aksara Sunda Unicode baik versi pertama dan kedua adalah mengenai perbedaan bentuk huruf “JA”. Pada font Sundanese Unicode karakter huruf “JA” memiliki kepala dengan arah ‘topi’ ke kiri, sedangkan pada font-font rintisan pendahulunya ‘topi’ pada kepala aksara mengarah ke kanan, dan tidak terlalu panjang. Adapun gaya (style) font tidak diperbincangkan di sini. Berikut ini ditampilkan perbandingannya:

karakter ja

  • Font (1) adalah font rintisan awal dalam upaya komputerisasi aksara Sunda oleh Dian Tresna tahun 2005. Font tersebut bersumber pada buku karya Dr. Undang A. Darsa dkk. Metode yang digunakan untuk emmbuat font ini adalah tracing (penjejakan) manual, sehingga bentuk karakter sesuai dengan rancangan karakter aksara pada buku sumber.
  • Font (2) merupakan pengembangan dari font sebelumnya dengan desain yang lebih modern. Font yang dibuat pada tahun 2006 ini digunakan pada papan nama jalan-jalan di kota Bandung hingga sekarang.
  • Font (3) dikeluarkan secara resmi oleh Tim Pengembang Unicode Aksara Sunda pada tahun 2008.

Coba perhatikan gambar di atas, ada perbedaan bentuk mendasar pada huruf “JA” pada font (3) dengan dua font sebelumnya. Huruf “JA” pada font (3) bentuknya tetap sama baik pada versi 1.0.3 maupun edisi revisinya pada versi 1.0.5. Inilah yang menjadi perbincangan hangat terutama dalam lingkungan pendidikan, yang mengajarkan materi Aksara Sunda di sekolah (maupun di lingkungan umum).

Masalah timbul ketika diadakan lomba baca-tulis aksara Sunda, baik pada Porseni maupun pada kegiatan lomba sejenisnya di daerah hingga tingkat provinsi. Dengan beredarnya buku panduan baca-tulis aksara Sunda baik yang menggunakan aksara “standar” dan yang tidak menggunakan aksara Sunda “standar”, siswa dan pengajar dihadapkan pada dua sumber yang menggunakan huruf “JA” yang berbeda.

Dalam hal ini saya tidak menyudutkan salah satu pihak yang membuat buku tersebut, hanya saja hal ini menjadi membingungkan manakala juri yang menilai tulisan siswa yang mengikuti kegiatan lomba baca-tulis aksara Sunda. Tidak masalah jika juri yang menilai tulisan siswa memiliki kompetensi dan pengetahuan luas tentang aksara Sunda, juga tentang perkembangan standarisasi aksara Sunda. Yang menjadi masalah adalah ketika juri hanya memiliki satu referensi bacaan dari salah satu buku yang disebutkan di atas.

Misalnya, ketika juri hanya menggunakan buku pedoman baca-tulis aksara Sunda Unicode saja sebagai acuan, dan siswa peserta lomba menggunakan buku lain yang tidak menggunakan aksara Sunda Unicode, maka dapat dipastikan karakter “JA” yang ditulis siswa tersebut dianggap salah oleh juri. Begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini siswalah yang mendapat kerugian dan menjadi “korban” atas perbedaan yang sangat kecil ini. Memang, ini hanyalah salah satu permasalahan kecil dalam penggunaan aksara Sunda “standar”. Akan tetapi cukup menjadi perhatian para pendidik yang mengajarkan aksara Sunda.

Dari pengalaman saya menjadi juri Lomba Baca-Tulis Aksara Sunda dalam kegiatan Riksa Budaya Sunda tingkat Jawa Barat di UPI sekitar bulan Maret 2013, kasus di atas persis saya temukan. Akan tetapi peserta diberi arahan dulu sebelum melaksanakan lomba, sehingga memiliki persepsi yang sama bahwa acuan aksara yang digunakan adalah aksara Sunda Unicode. Di akhir lomba, peserta kemudian diberikan penjelasan oleh Dr. Yayat Sudaryat, M.Hum. yang bersama-sama menjadi juri dengan Agus Suherman, M.Hum dan saya mengenai perbedaan huruf “JA” pada aksara Sunda Unicode. Dr. Yayat pada waktu itu menjelaskan bahwa huruf “JA” pada aksara Sunda Unicode adalah salah, dan diberikan contoh yang benar, yaitu seperti pada gambar font (1) atau (2) yang memiliki arah ‘topi’ ke kanan.

Pengalaman tersebut hanyalah contoh kecil saja atas ‘keganjilan’ yang ditemukan pada aksara Sunda Unicode. Pertanyaan-pertanyaan seputar perbedaan huruf “JA” pada aksara Sunda terus bergulir dan sampai kepada saya, dan harus dijawab dengan penjelasan yang cukup panjang. Ketika saya mendapatkan banyak pertanyaan tentang ini, saya menyempatkan waktu untuk membahas hal ini dengan para stake holder dan Tim Pengembang Unicode Aksara Sunda via chat bersama di media sosial Facebook pada tanggal 17 November 2013.

Persoalan ini direspon oleh Dr. Undang A. Darsa (Filolog UNPAD), Dr. Elis Suryani (Filolog UNPAD) dan Dadan Sutisna (Programmer Font Sunda Unicode). Pada intinya adalah bahwa memang huruf “JA” pada font aksara Sunda Unicode yang diterbitkan tahun 2008 –font (3)- adalah salah, dan seharusnya mengacu pada bentuk seperti pada font (1) menurut Dr. Undang A. Darsa. Kemudian membahas mengenai ‘kesalahan’ bentuk huruf “JA” tersebut ditanggap oleh Dadan Sutisna, bahwa ketika proses pembuatan font Sundanese Unicode terkendala dengan deadline waktu peluncuran pada saat itu, sehingga terdapat beberapa “error” pada font awal. Namun error tersebut tentu diperbaiki pada versi selanjutnya.

Dari keterangan Dadan, saat ini font aksara Sunda Unicode telah dibuat hingga versi 1.7 dengan revisi huruf “JA” dan pemutakhiran lainnya. Hal ini sesuai dengan harapan Dr. Elis Suryani bahwa aksara Sunda Unicode memang perlu dievaluasi dari berbagai aspek. Akan tetapi sepertinya kita harus menunggu tahun depan untuk mendapatkan aksara Sunda Unicode “edisi revisi” terbaru secara resmi.

Semoga tulisan ini dapat menjadi gambaran dan jawaban atas ‘kebingungan’ kita dalam memperdalam pengetahuan aksara Sunda, khususnya dalam dunia pendidikan.


Update:

Masalah ini telah dilaporkan kepada Konsorsium Unicode oleh Dian Tresna N. Saat ini bentuk karakter ja telah masuk ke dalam daftar tabel perbaikan. Bentuk yang telah diperbaiki akan dirilis pada Unicode versi selanjutnya.

sumber: http://www.unicode.org/errata/ (diakses 9 Mei 2016)

 

Dengan adanya perbaikan pada aksara Sunda standar Unicode yang akan datang, maka dapat dijadikan acuan yang baru dalam penulisan aksara Sunda secara manual, maupun untuk bentuk dasar font-font kreasi baru.

9 Comments

Add a Comment
  1. hatur nuhun akang artikelna sae pisan kangge referensi masyarakat 🙂
    salam baktos

  2. hatur nuhun kang, rada atra yeuh ayeuna mah.

  3. Ilham, horeng SundaneseUnicode parantos aya versi 1.7? Tiasa dikintunkeun filena ka abdi?

    1. Aeh, ketang bakal diterbitkeun taun payun resmi? Ku Kang Dadan kitu atanapi ku Pemda deui?

      1. Ku abdi disambung dina email nya kang.

    2. Muhun kang. Mangga ku abdi dikintun.

  4. punten kang hoyong nyungkeun hurup2 lengkapna aksara sunda unicode. teras seueur teu bentena sareng ngalagena

    1. Mangga download tina kaca ieu:https://www.kairaga.com/font-sunda
      Kanggo penjelasan ngeunaan aksara Sunda Unicode, mangga tingali dina kaca ieu:https://www.kairaga.com/font-sunda/sosialisasi

  5. Oh, ternyata Aksara Sunda itu ada bedanya ya, saya hampir tidak bisa baca menu menu di website ini, ternyata aksara Sunda kuno

Tinggalkan Balasan ke Ilham Nurwansah Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *