Rajah Pamunah, Sang Hyang Sastra Winiwitan

Kairaga.com — Di loka media sosial saat ini semakin banyak bermunculan naskah-naskah kuno koleksi pribadi maupun lembaga yang cukup penting untuk diselamatkan. Kebanyakan, para pemilik koleksi tidak paham cara membaca teksnya. Oleh karena itu, Kairaga.com akan mencoba untuk membantu alih aksara dan jika memungkinkan dengan terjemahan naskah-naskah tersebut.

Salah satu naskah yang diminta untuk dibaca dan dialihaksarakan dalam kesempatan kali ini adalah sebuah naskah koleksi Museum Bumi Nyai Tanulun, yang berasal dari daerah Limbangan, Kabupaten Garut. Foto naskah diposting oleh pemilik akun Deudeuh Art dalam grup Pustaka Sunda. Naskahnya tampak berbahan daluang, dengan teks beraksara Jawa dan sebagian lain aksara Pegon.

Dalam kesempatan ini, saya mencoba mengalihakasrakan tiga halaman yang ditulis dengan aksara Jawa dan cukup dapat terbaca. Teksnya berbahasa Jawa (Cirebon?), berupa rajah (mantra) mengenai asal-mula munculnya sastra. Menarik untuk disimak, bahwa teks ini memiliki korelasi dengan teks Bima Swarga. Pengetahuan tentang bahan awal penulisan sastra ini juga dikuasai oleh dalang-dalang wayang di Cirebon. Mungkin saja naskah ini memiliki kaitan dengan tradisi pewayangan di sekitar Limbangan, Garut di masa lalu.

Sumber foto: Dok. Deudeuh Art

(1)
Ø punika rajah pa
munah ||| hanĕnya saṅ hiyaṅ
sastra mula mu/k\ti (ha)na
ṅoni katĕkan maṅke
gumanti saṅiyaṅ sas
tra winiwitan hana sas
tra gaṅga wira tanu sas

Ø punika rajah pamunah. Hanĕnya sang hyang sastra mula mukti ya (a)nangoni katĕkan, mangke gumanti sang hyang sastra winiwitan, hana sastra, gangga, wira, tanu. sas(tra)  

Sumber foto: Dok. Deudeuh Art

(2)
haraniṅ taṅṅan
(gaṅga) harani(ṅ) bañu
(wi)ra haraniṅ paṅṅot
tanu haranniṅ maṅsi
sun titip kaṅ ṅama
hos sapa hiku sun
wĕruh ha saṅ surup saṅ
rayi ta ya mas tuna
mas siyĕm gagak
pinayuṅṅan waraṅka

araning tangan, (gangga) arani(ng) banyu, wira araning pangot, tanu araning mangsi, sun titip kang angaos sapa iku sun wĕruh sang surup sang rayi ta ya mas tuna, mas siyĕm, gagak pinayungan, warangka-  

Sumber foto: Dok. Deudeuh Art

(3)
ne patra gumala
kĕna sini ta sita
kĕna ku pikir riya su
wĕruhhiṅ raja pamunah
// ha na ca ra ka da ta sa wa
la pa dha ja ya ña ma ga
ba tha ṅa // | | | | | |

ne patra gumala, kĕna sini ta sita(—) kĕna ku pikir riya su(n) wĕruh ing raja(h) pamunah // ha na ca ra ka da ta sa wa la pa dha ja ya nya ma ga ba tha nga //  

Demikian pembacaan saya terhadap ketiga halaman naskah tersebut. Mungkin masih ada beberapa kesalahan baca. Saya memohon masukkan dari pembaca lain melalui kolom komentar, untuk memperbaiki bagian yang masih kurang baik. (INS)

9 Comments

Add a Comment
  1. Barokalloh… Ini naskah masih banyak di belakanya menggunakan tulisan pegon

    1. Iya Teh, sepertinya perlu diteliti lebih lanjut. Mungkin untuk tahap awal, bisa didokumentasikan dalam bentuk foto. Paling tidak, untuk menyelamatkan isi teks yang terkandung di dalamnya.

  2. Kira-kira ditulis tahun berapa ya naskah tersebut Kang?

    1. Kalau dilihat dari bahan, aksara, dan bahasanya, naskah ini kemungkinan diproduksi sekitar abad 19.

  3. Saé pisan kakang, sapuk…
    Éta naskah aya tumali na sareng riwayat kasumedangan
    Haturnuhun bantosan nana,

  4. PING 11 April Bade Napak tilas Ka Gunung Sanghyang muka naskah eta bari MUNGGAHAN ngaberesihan diri di CAI Kahuripan gunung Sanghyang

Tinggalkan Balasan ke Pa Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *