Istilah yang saya sebutkan di atas mungkin terdengar asing bagi kajian filologi di Indonesia. ‘Urun daya’ adalah istilah padanan untuk ‘croud sourcing’ dan ‘alih aksara’ untuk ‘transliterasi’.
Ya, dalam kajian filologi pada umumnya, kegiatan alih aksara dilakukan oleh para peneliti secara individual. Setiap naskah dibaca dan dikerjakan secara teliti satu persatu, ditulis ulang dari sistem tulisan kuno ke dalam huruf Latin. Proses berikutnya adalah mengoreksi ejaan atau istilah yang korup akibat kesalahan penulisan, penyalinan atau karena kondisi naskah yang sudah lapuk. Setelah itu disusun sebuah edisi teks dan terjemahannya.
Keberadaan situs Wiki Source dengan fitur-fiturnya memungkinkan pengerjaan alih aksara dilakukan secara bersama-sama. Hampir mirip dengan Wikipedia. Dengan mengandalkan kemampuan dari setiap kontributor, pembacaan dimungkinkan menjadi lebih cepat. Keakuratan hasilnya tentu dapat diperiksa kembali oleh seorang filolog ahli.
Ini yang saya coba lakukan terhadap beberapa naskah-naskah yang telah diberikan lisensi terbuka. Salah satunya adalah Wawacan Pandita Sawang, koleksi Perpustakaan Ajip Rosidi. Fisik naskahnya tetap berada di lembaga pemilik naskah, sedangkan hasil digitalisasinya dapat digarap bersama melalui Wiki Source.
Hasil dari alih aksara ini bisa digunakan secara bebas, dengan mengikuti ketentuan lisensi Creative Commons yang berlaku untuk ‘proyek’ ini. Penasaran? Pengerjaannya bisa dilihat langsung di laman Wiki Source: https://wikisource.org/wiki/Page:PAR_001_Wawacan_Pandita_Sawang.pdf/3