Dari Naskah Sunda Kuno hingga Belanda

Tulisan ini adalah arsip cadangan, sebelumnya dimuat pada laman Koran-sindo.com tanggal 22 Januari 2016.

Mengenal budaya Sunda menjadi salah satu wujud identitas diri yang wajib dilakukan setiap warga Jawa Barat. Kehadiran Perpustakaan Ajip Rosidi yang diresmikan pada 15 Agustus 2015 lalu, kini dapat menjadi wahana edukasi yang dimanfaatkan masyarakat untuk mendalami kebudayaan Sunda.

Perpustakaan yang bertempat di Jalan Garut, Kota Bandung, itu berdiri tegak di lahan seluas 916 meter persegi dan menjadi pusat perpustakaan seni Sunda satu-satunya di provinsi ini. Hal ini karena di gedung tiga lantai ini memiliki koleksi buku kesundaan yang cukup banyak. Pustakawan perpustakaan tersebut, Ali Musa, 62, mengku saat pertama kali diresmikan koleksi buku di Perpustakaan Ajip Rosidi berjumlah 20.000.

“Tapi sampai saat ini jumlah itu terus bertambah, mungkin ada sekitar 22.000,” kata Ali saat ditemui KORAN SINDO. Meski demikian, hingga saat ini pihaknya masih melakukan proses klasifikasi dan inputdata, sehingga buku yang dapat dinikmati pengunjung hanya berkisar 4.000 judul.

Walaupun melabelkan diri sebagai perpustakaan yang mengusung tema kesundaan, tempat ini juga menyediakan berbagai buku mengenai sejarah, politik, agama, ekonomi, hukum, sastra, seni rupa, dan lain-lain. Buku yang tersedia tidak hanya berbahasa Sunda, bahkan banyak buku berbahasa Indonesia, Inggris, Jepang, dan Belanda.

Koleksi buku yang terpampang di Perpustakaan Ajip Rosidi ini merupakan sumbangan dari tokoh-tokoh sastrawan dan berbagai penerbit buku yang turut bersimpati. “Beberapa buku di antaranya diperoleh dari Bapak Profesor Tisna Amijaya, Bapak Profesor Dr Edi S Ekadjati, dan Yus Rusamsi. Mereka tokoh-tokoh Sunda dan tulisannya banyak tentang kebudayaan Sunda,” ujar Ali.

Sejak tempat ini dibuka untuk umum, banyak warga lokal maupun luar Bandung yang datang untuk berkunjung dan belajar kebudayaan Sunda. ”Di sini yang mendominasi biasanya mahasiswa. Ada yang dari Purwakarta, Depok, bahkan Semarang juga ada. Mereka rata-rata mencari buku tentang Sunda untuk dijadikan bahan penelitian,” tuturnya.

Setiap pengunjung yang datang tidak dipernekankan meminjam atau membawa pulang buku yang menjadi koleksi perpustakaan tersebut. Ini karena banyak koleksi langka yang dikhawatirkan akan hilang atau rusak bila dipinjamkan. Perpustakaan sendiri telah menyediakan fasilitas berupa ruang mebaca bagi pengunjung dan fasilitas copy documentbagi anggota yang telah terdaftar.

“Kalau mau jadi anggota biaya pendaftarannya Rp50.000 bagi mahasiswa, sedangkan untuk umum Rp100.000. Uang ini dikumpulkan untuk memperbaiki buku yang rusak atau perbaikan fasilitas lainnya,” ungkap Ali. Masa berlaku anggota sendiri berlangsung selama dua tahun. Hingga saat ini jumlah anggota perpustakaan baru mencapai empat puluh orang.

Ali menambahkan, sejak gedung ini diresmikan belum ada warga asing yang datang berkunjung ke perpustakaan. Menurutnya, perpustakaan ini masih terhitung baru dan belum ada publikasi secara meluas ke luar negeri. “Perpustakaan sendiri buka setiap hari kecuali Senin, tapi ya kalau lagi hari libur nasional tutup.

Nah, hari Minggu kami lebih sering buka. Tutup kalau petugasnya lagi ada kegiatan di luar saja,” katanya. Jam operasional perpustakaan dimulai pada pukul 08.00 WIB dan tutup pada pukul 16.00 WIB pada hari biasa. Sementara di akhir pekan, perpustakaan ini tutup lebih pagi pada pukul 11.30 WIB.( MG-1 Kota Bandung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *